Sabtu, 30 Oktober 2010

Saatnya guru belajar dari muridnya

Dikirim oleh Radityo Putro, Aremania Salemba Jakarta Pusat
Ada pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari…” yang berarti murid akan selalu meniru apa yang dilakukan oleh gurunya, bahkan lebih dari apa yang telah dilakukan. Peribahasa ini tampaknya tidak berlaku lagi bagi Aremania dan LA Mania.

Sebagai saudara muda, LA Mania telah banyak belajar dari Aremania tentang bagaimana mendukung klub dan bagaimana membuat stadion menjadi lebih meriah. Antusiasme suporter Arema mampu ditularkan dengan baik kepada LA Mania. Bahkan LA Mania pun sempat dan sampai saat ini megadopsi lagu serta yel-yel yang dipopulerkan oleh Aremania. Sebuah hubungan suporter yang layak ditiru dan dikembangkan di masa depan. Hubungan Guru dan Murid harusnya seperti itu.
Namun, setelah apa yang saya saksikan pada tanggal 28 September kemarin, rasanya sebutan itu kurang relevan lagi bagi Aremania dan LA Mania. Jika dulu seorang murid selalu meniru apa yang dilakukan oleh gurunya, saat ini seharusnya seorang guru harus belajar bagaimana muridnya bertindak. Aremania harus berguru kepada LA Mania…
Di tengah proses penelitian terhadap suporter di ISL 2010/2011 minggu lalu, saya terusik sebuah kejadian yang saling bertolak belakang. Pada saat laga Community Shield tanggal 25 September 2010 antara Arema vs Sriwijaya FC, tidak ada hentinya saya mendengar hujatan, umpatan, caci maki Aremania kepada kelompok suporter lain maupun Sriwijaya FC. Sebaliknya, pada saat laga antara Persela vs Persib, saya hampir tidak mendengar nyanyian seperti di Kanjuruhan.
Dukungan LA Mania kepada Persela diwujudkan dalam syair-syair dukungan yang santun, mengobarkan semangat, tetapi tidak melukai hati kelompok lain. Kalimat-kalimat seperti “Persela dapat 3 poin, siapa suruh lawan Persela”, dan syair-syair lain yang bernada damai menghiasi sepanjang pertandingan. Saat mendengar syair tersebut yang muncul adalah semangat kemenangan, bukan semangat untuk mencari musuh. Atraksi dan nyanyian yang dapat menjadi hiburan tersendiri bagi penonton yang hadir. Cacian yang sempat terdengar pun hanya melurncur dari mulut beberapa penonton yang kurang puas terhadap pertandingan, namun tidak dinyanyikan secara kompak seperti yang Aremania lakukan.
Bahkan pada pertandingan antara Persibo vs Persiba tanggal 26 September di Stadion Brawijaya, saya hanya sedikit sekali mendengar cacian yang dinyanyikan oleh pendukung Persibo. Kalimat yang mendominasi sepanjang pertandingan hanyalah “sampek tuwek, sampek elek, sampek matek dukung Persibo”. Entah karena belum memiliki stok syair yang banyak atau memang mereka tidak ingin bermusuhan dengan kelompok lain, namun kondisi tersebut harusnya tetap dipertahankan oleh seluruh kelompok suporter.
Setiap kelompok wajib memberikan dukungan pada klub, tetapi memberikan dukungan bukan berarti mencaci kelompok suporter lain, bukan berarti mengintimidasi dengan kasar, atau membawa permasalahan pribadi dalam komunitas. Syair-syair kreatif pemberi semangat telah berubah menjadi kalimat-kalimat intimidasi, rasanya tidak pantas diucapkan oleh suporter terbaik di Indonesia. Apalagi laga tersebut adalah laga pembukaan kompetisi terbesar di negeri ini yang disaksikan oleh seluruh pecinta bola di tanah air dan dihadiri oleh beberapa pejabat.
Malang telah dipercaya menjadi tuan rumah pembukaan kompetisi. Hal ini seharusnya dimanfaatkan dengan baik oleh Aremania untuk menularkan energi positif bagi insan sepak bola di Indonesia. Nyanyian dengan syair “ Arek malang pesta narkoba, xxxx dibunuh saja, Bonek J****k, Viking A****G” selayaknya tidak ditampilkan di lapangan. Penonton yang hadir di lapangan tidak hanya ingin melihat pertandingan yang bagus, tetapi juga atraksi menarik dari suporter. Bukankah semakin banyak suporter yang hadir akan memberikan keuntungan bagi klub?. Selain itu, yang hadir di lapangan bukan hanya orang lelaki dewasa, tetapi juga wanita dan anak-anak. Pantaskan wanita mendengar cacian kasar dari para lelaki atau bahkan ada wanita yang menjadi kasar setelah beratribut Aremania?.
Anak-anak yang hadir di pertandingan adalah Aremania Junior yang akan melanjutkan perjuangan kita. Apakah mereka patut mendengar irama caci maki sejak dini?. Apakah hal itu yang ingin kita wariskan pada anak-anak kita nanti?
Seingat saya masih banyak syair-syair kreatif yang dimiliki oleh Aremania, bahkan masih banyak syair-syair kreatif yang mungkin terbang bebas di benak Aremania. Saya mendengar salah satu lagu yang dinyanyikan LA Mania merupakan ide orisinil mereka, tidak hanya berupa syair pendek tetapi lagu dengan syair panjang dan diikuti gerakan atraktif yang seirama. Pergantian lagu dan gerakan pun terasa lebih menghibur karena nada kedamaian yang dihembuskan.
Apakah Aremania sebagai Sang Guru tidak malu kepada muridnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About